Cegah Corona

Stay at Home, Pakai Masker, Jaga Jarak, Cuci Tangan Selalu

My Blog List

Latar Belakang Desain Pengembangan Soal AKM (Asesmen Kompetensi Minimum)

Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab XVI pasal 57 sampai dengan 59 tentang evaluasi menyatakan bahwa dalam

rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai

bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. 


Lebih lanjut, Undang-Undang ini menyatakan bahwa evaluasi

dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan

sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. 


Kegiatan evaluasi tersebut dapat dilaksanakan secara baik bila evaluasi/penilaian dilakukan secara

profesional dan melembaga. Evaluasi pendidikan dilaksanakan oleh guru, sekolah, dan

pemerintah. Hingga tahun 2019, pemerintah melakukan penilaian pendidikan secara

nasional melalui Ujian Nasional di akhir jenjang.


Pendidikan pada abad ke-21 harus dapat menjamin agar peserta didik memiliki

keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan dan memanfaatkan

teknologi dan media informasi, dapat bekerja dan bertahan dengan menggunakan

kecakapan hidup (life skill). 


Kecakapan hidup itulah yang kemudian dikenal dengan konsep kecakapan abad ke-21. Sejumlah 

organisasi dan institusi telah berupaya merumuskan dan menjelaskan kompetensi dan kecakapan yang 

diperlukan dalam menghadapi kehidupan abad ke-21. US-based Partnership for 21st Century Skills 

(P21) mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 adalah “The

4Cs: communication, collaboration, critical thinking, and creativity”. Kecakapan abad

ke-21 dikembangkan melalui: (1) kecakapan berpikir kritis dan pemecahan

masalah (critical thinking and problem solving skill), (2) kecakapan berkomunikasi

(communication skills), (3) kecakapan kreativitas dan inovasi (creativity and

innovation), dan (4) kecakapan kolaborasi (collaboration).


Salah satu prasyarat untuk mewujudkan kecakapan hidup abad ke-21 tersebut adalah

kemampuan literasi peserta didik. National Institut for Literacy menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis,

berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang


diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, masyarakat. World Economic Forum (2015)

menetapkan enam literasi dasar, yaitu (a) literasi baca tulis, (b) literasi numerasi, (c)

literasi sains, (d) literasi digital, (e) literasi finansial, dan (f) literasi budaya dan

kewargaan.


Pengembangan dan penguatan karakter serta kegiatan literasi menjadi salah satu unsur

penting dalam kemajuan sebuah negara dalam menjalani kehidupan di era globalisasi.


Oleh karena itu, untuk meningkatan kualitas hidup, daya saing, pengembangan karakter

bangsa, serta melihat perkembangan keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan di

abad ke-21, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun

2016 menyelenggarakan berbagai kegiatan literasi melalui Gerakan Literasi Nasional

sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. 


Tujuan umum Gerakan Literasi

Nasional adalah untuk menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem

pendidikan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam rangka pembelajaran

sepanjang hayat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup.


Dalam rangka menyiapkan peserta didik yang memiliki kecakapan abad ke-21,

pemerintah akan melakukan asesmen kemampuan minimum (AKM) pada tahun 2021

yang meliputi asesmen pada literasi membaca dan numerasi, yaitu asesmen pada

kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi membaca) dan asesmen

kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi). 


Literasi membaca bukan

hanya sekadar kemampuan membaca secara harfiah tanpa mengetahui isi/makna dari

bacaan tersebut, melainkan kemampuan memahami konsep bacaan. 


Sementara itu,

numerasi bukan hanya sekadar kemampuan menghitung, melainkan kemampuan

mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu konteks, baik abstrak maupun nyata.

AKM dapat menghasilkan peta kecakapan tentang literasi membaca dan numerasi

peserta didik pada kelas 5, 8, dan 11 yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses

pembelajaran di satuan pendidikan. 


Oleh karena itu, soal-soal yang dikembangkan untuk AKM bersifat kontekstual, berbagai bentuk soal, 

mengukur kompetensi pemecahan masalah, dan merangsang peserta didik untuk berpikir kritis. 

Penilaian dalam AKM mengacu pada tolok ukur yang termuat dalam Programme for International

Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study

(TIMSS). Soal-soal AKM akan membuat peserta didik melahirkan daya analisis

berdasarkan suatu informasi, bukan membuat peserta didik menghapal/mengingatingat

materi.


Pengembangan soal-soal AKM dilakukan melalui kegiatan: penyusunan desain,

penyusunan dan analisis framework, penyusunan stimulus, penugasan penulisan soal,

penulisan soal, penelaahan dan perbaikan soal, perakitan soal/bahan uji coba, validasi

soal, uji coba soal, penskoran dan analisis soal, interpretasi hasil analisis,seleksi soal,

penyusunan spesifikasi tes, pemilihan soal, pemaketan soal, proofreading, fiat, dan

pemanfaatan tes/soal. 


Kegiatan penyusunan desain hingga seleksi soal merupakan

kegiatan pengembangan soal, sedangkan kegiatan penyusunan spesifikasi tes hingga

pemanfaatan tes merupakan kegiatan penyiapan bahan AKM. Secara garis besar

pengembangan soal AKM dapat dilihat pada diagram berikut.

0 comments: